
Ilmu itu mulia. Tetapi ilmu tidak akan pernah masuk ke hati yang kehilangan adab. Tanpa adab, kecerdasan hanya akan melahirkan kesombongan.
Mahasiswa harus paham: dosen bukan sekadar pengajar yang memberi nilai. Dosen adalah pintu ilmu. Jika pintu itu tidak dihormati, jangan harap cahaya ilmu bisa masuk. Berbicara seenaknya, meremehkan arahan, menyepelekan bimbingan—semua itu tanda hilangnya adab. Dan siapa yang hilang adabnya, akan hilang pula keberkahan ilmunya.
Para ulama dahulu rela duduk berjam-jam, menunggu gurunya, bahkan tidak berani meninggikan suara di hadapan beliau. Imam Syafi‘i pernah berkata, “Aku membalik lembaran kitab di hadapan guruku dengan sangat pelan, karena aku takut mengganggu pendengarannya.” Itulah adab. Itulah rendah hati yang membuat ilmu mereka bercahaya hingga ribuan tahun kemudian.
Tetapi ingat! Adab bukan hanya milik murid kepada guru. Dosen pun dituntut menjaga adab kepada mahasiswa. Rasulullah ﷺ adalah guru terbesar. Beliau bisa saja bersikap keras, tetapi justru memilih penuh kelembutan. Allah ﷻ menegaskan :
وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu.”
(QS. Āli ‘Imrān: 159)
Maka dosen pun jangan merasa dirinya berhak diperlakukan layaknya raja. Tugas dosen adalah membimbing, bukan merendahkan. Menuntun, bukan menindas. Ilmu bukan alasan untuk angkuh, melainkan amanah yang harus disampaikan dengan kasih.
Adab adalah timbal balik. Mahasiswa menghormati dosen, dan dosen menghargai mahasiswa. Barulah ilmu akan benar-benar menjadi cahaya yang menghidupkan.
Ingat baik-baik: tanpa adab, ilmu hanyalah informasi. Dengan adab, ilmu menjadi cahaya yang menembus hati. Maka jagalah adab! Karena adab adalah kunci keberkahan, bagi mahasiswa maupun dosen.
Bismillah… mari kita tegakkan adab, agar ilmu kita berbuah manfaat, bukan sekadar gelar kosong tanpa keberkahan.
Dr. Muhammad Anwar Sani, S.Sos.I, M.E.
Rektor Institut Daarul Qur’an