
Dr. M. Anwar Sani, S.Sos.I., M.E.
Rektor Institut Daarul Qur’an
Kita semua diberi oleh Allah jalan perjuangannya masing-masing. Dan salah satu jalan perjuangan yang mulia adalah ketika sebuah yayasan memilih untuk mendirikan perguruan tinggi. Bukan karena itu jalan yang mudah atau menguntungkan secara materi, tapi karena ada cita-cita besar: mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyiapkan generasi yang akan membawa cahaya ilmu dan nilai-nilai kebaikan ke tengah masyarakat.
Coba kita bayangkan bersama: untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi, diperlukan proses yang panjang dan melelahkan. Mulai dari menyediakan lahan, membangun fasilitas, menyiapkan sumber daya manusia, memenuhi regulasi, hingga membiayai operasional lembaga yang tidak sedikit jumlahnya. Semua itu dilakukan dalam kondisi serba terbatas, dengan penuh pengorbanan.Kalau hanya ingin hidup nyaman dan mencari keuntungan materi, membangun kapling perumahan jauh lebih menjanjikan. Tapi ini bukan soal untung-rugi, ini soal visi dan misi, tentang amal jariyah yang terus mengalir dari setiap ilmu yang diajarkan dan diamalkan oleh para lulusan.
Perguruan tinggi adalah kapal perjuangan kita bersama. Rektor hadir sebagai nahkoda. Ia harus memastikan kapal besar ini terus melaju. Ia menjadi jembatan antara idealisme dan realita, antara visi yayasan dan dinamika harian kampus. Rektor bukan sekadar pemimpin administratif, tapi pemikul amanah besar: membina SDM, menjaga marwah institusi, menciptakan budaya akademik yang sehat, dan memastikan bahwa seluruh komponen kampus bergerak menuju arah yang benar. Dalam diam dan kesibukannya, Rektor ikut memikul beban lembaga ini setiap hari. Dosen sebagai awak kapal, dan mahasiswa sebagai para penumpang sekaligus calon penerus kemudi. Jika semua berjuang pada porsinya masing-masing, maka kapal ini akan melaju membawa keberkahan dan kemajuan.
Begitu pun para dosen. Mereka tidak hanya mengajar, tapi menyiapkan diri dengan pendidikan tinggi yang tidak murah, mengembangkan ilmu, meneliti, dan membimbing mahasiswa, sembari tetap memikul tanggung jawab terhadap keluarga. Menjadi dosen bukan sekadar pekerjaan, tapi juga pengabdian dan ibadah.
Dan tentu saja perjuangan ini tidak akan lengkap tanpa perjuangan mahasiswa. Menuntut ilmu adalah jihad. Maka belajarlah dengan sungguh-sungguh. Hadir di kelas tepat waktu, membaca buku, menyelesaikan tugas, ikut organisasi, bahkan membayar BPP tepat waktu—itu semua adalah bentuk kontribusi dan perjuangan yang nyata. Karena dari setiap pembayaran itu, ada listrik yang tetap menyala, gaji dosen yang terbayarkan, dan roda lembaga yang terus bisa berjalan.
Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.“
(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap ikhtiar kita, sekecil apapun, tidak luput dari perhatian Allah. Maka jangan remehkan keringat perjuangan kita dalam dunia pendidikan—karena setiap peluh, setiap pengorbanan, akan menjadi saksi di hadapan-Nya.
Semoga Allah meridhai setiap langkah dan keringat yang tercurah di jalan perjuangan ilmu ini. Karena tidak ada perjuangan yang sia-sia jika dilakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh.