Scroll Top
19th Ave New York, NY 95822, USA
Covid-19, si Kambing Hitam
Custom Excerpt

Ditulis oleh Fitriana Siregar, M.Pd selaku dosen PGMI Institut Daarul Qur’an

Covid-19 merupakan salah satu strain Virus Corona virus yang baru diketahui dapat menginfeksi manusia. Kasus pertama muncul di Wuhan, bulan Desember 2019. Sejak saat itu, virus Covid-19 menjadi terkenal dan popular.Awal Maret 2020 korban covid-19 terkonfirmasi di Indonesia. Sejak saat itu, Covid-19 yang awalnya jadi bercandaan karena di anggap tidak akan bisa menyerang masyarakat Indonesia karena iklim dan karakter warga Indonesia yang suka mengkonsumsi empon-empon mulai ditakuti. Reaksi masyarakat Indonesia tidak main-main, saat itu masker yang jadi salah satu alat untuk menghidari segala penyakit pernafasan langka bahkan harganya naik di luar logika kita sebagai konsumen. Tidak hanya itu, hand sanitizer dan kebutuhan bahan pokok ikut langka seolah ada sekelompok masyarakat yang sudah sangat siap untuk lock down, tapi tanpa memikirkan nasib orang lain pastinya. Karena yang pantas hidup adalah dia dan keluarganya saja.

Jumlah korban terinfeksi covid-19 yang semakin banyak dan fakta serta hoax yang sulit dibedakan oleh masysarakat membuat pemerintah harus membuat kebijakan pengurangan aktivitas penduduk, yang mana ini juga dilakukan oleh negara lain. Struktur Covid-19 yang memiliki asam amino lebih banyak dibandingkan virus Corona virus yang lain serta karakter masyarakat kita yang kurang perhatian terhadap kebersihan, khususnya etika batuk, membuat covid-19 gampang berpindah dari satu individu ke individu lain melalui droplet si individu yang telah terinfeksi.

Pemberitaan tentang Covid-19 yang bergitu massive membuat Covid-19 menjadi musuh bersama masyarakat Indonesia. Para influencer bahkan banyak yang menggunakan slogan “mari bersatu melawan Covid-19”. Covid-19 dianggap musuh penduduk bumi yang tak kasatmata, yang mencoba mengubah tatanandunia. Manusia tidak bisa beraktivitas sebagaimana normalnya. Banyak mall tutup. Pendapatan berkurang. Terjadi PHK. Tidak ada lagi pendapatan. Kegiatan ekonomi turun. Dan lain sebagainya. Dan yang paling menakutkan adalah setelah pandemik, yang tidak tahu kapan hal itu akan datang adalah “The New Normal”. Manusia akan memiliki kebiasaan yang baru, dimana berinteraksi di dunia virtual menjadi lebih normal dibandingkan berinteraksi langsung, seperti sebelum pandemi ini terjadi.

Padahal Covid-19 adalah salah satu ciptaan Allah SWT seperti ciptaan lainnya di bumi. Covid-19 adalah satu dari berjuta virus yang ada di bumi ini. Ada SARS-Cov, Mers-Cov, yang sama sama dapat menginfeksi paru-paru manusia. Bahkan mortality kedua virus tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Covid-19. Yang membuat Covid-19 lebih berbahaya dari mereka adalah strukturnya yang mengandung lebih banyak asam amino sehingga lebih mudah keluar dari tubuh yang terinfeksi melalui droplet.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah “Kenapa atau bagaimana Covid-19 muncul di tahun 2019?” Tentuhanya Allah SWT yang punya jawaban paling tepat atas pertanyaan tersebut. Tapi sebagai makhluk yang diciptakan dengan keistimewaan akal dan pikiran, tentu kita harus mencari tahu jawaban tersebut. Entah itu nantinya benar atau salah.Wallau’alam.

Ini bukanlah pandemi pertama yang terjadi di Bumi. Ada beberapa pandemi yang terjadi sebelumnya. Black Death, dan flu spanyol. Ternyata ada pola yang sama yang terjadi dalam pandemi ini. Terjadi kerusakan alam yang luar biasa sebelum pandemi. Kemudian muncul virus baru yang ditemukan dapat menginfeksi manusaia yang menyebar dengan sangat mudah. Dan cara penanganannya pun sama, stay at home. Hal ini menyebabkan kondisi bumi membaik. Setelah itu pandemi selesai. Dan manusia kembali sibuk dalam meningkatkan ekonomi, membuat teknologi paling mutakhir untuk membuat manusia nyaman, meningkatkan ilmu pengetahuan demi menemukan solusi segala permasalahan manusia. Tanpa memikirkan keberlangsungan lingkungan di luar manusia.

Padahal manusia Allah ciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Khalifah, pemimpin di muka bumi ini. Dan sebagai makhluk yang diberi kelebihan memiliki akal dan pikiran, kita tahu bahwa di bumi Allah ini ada banyak hal lain selain manusia. Ada tumbuhan. Ada hewan. Ada air. Ada udara. Dan lain sebagainya. Yang sebenarnya punya cukup pengaruh dalam membuat hidup manusia nyaman.

Segala kesibukan manusia untuk memenuhi keinginan dan kenyamanan hidup mereka, membuat kita menolak menerima kode yang diberikan oleh alam. Alam sudah menunjukkan banyak gejala, yang seolah ingin memberitahu manusia, “hei, lihatlah kami. Kami sudah sekarat. Rawat kami. Hentikan kesibukan kalian. ”Mulai dari hewan hutan yang muncul di daerah pemukiman. Yang mana manusia adalah organisme paling mengerikan buat hewan. Mengapa hewan tersebut sampai berani muncul ke daerah pemukiman? Satu-satunya jawaban adalah mereka kelaparan. Hanya itu yang bisa membuat mereka melawan ketakutan mereka untuk bertahan hidup.

Hutan, tempat tinggal mereka dialih fungsikan menjadi berbagai hal, entah itu jalan, pemukiman, atau lahan pembangkit listrik. Semakin lama rumah mereka semakin kecil. Belum lagi hewan yang hidupnya dengan berpindah-pindah, akan mengalami stress karena tidak bisa melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Akibatnya reproduksinya terhambat dan lambat laun populasinya mengecil dan akhirnya punah. Terakhir kita kehilangan badak sunda. Dan banyak satwa liar lainnya yang sudah masuk kategori hamper punah, langka, dan satwa yang dilindungi.

Tidak hanya hutan. Laut pun tidak luput dari perhatian manusia. Laut yang harusnya menjadi rumah bagi begitu banyak biota laut, dialih fungsikan menjadi “Tempat Pembuangan Akhir”. Ada berton-ton sampah yang dibuang ke laut. Saya jadi teringat kemarahan masyarakat Indonesia ketika dapat impor sampah dari Amerika. Seperti itu jugakah biota laut itu? Andai mereka bisa berbicara. Ada kura-kura yang hidungnya kemasukan pipet. Ada paus yang terdampar karena terlalu banyak sampah plastik di dalam perutnya. Bahkan ada hiu yang kepalanya pecah karena terlalu banyak sampah yang termakan olehnya.

Aktivitas manusia yang tidak bisa lepas dari pembakaran sehingga banyak karbondioksida yang lepas seharusnya membuat manusia sangat bergantung kepada hutan dan laut. Hutan adalah paru-paru dunia yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan yang bisa mengubah karbondioksida menjadi oksigen, yang sangat diperlukan manusia dan makhluk lain untuk bernafas mungkin sedikit terlupakan oleh manusia. Apalagi laut yang di dalamnya ada begitu banyak fitoplankton yang tak begitu terlihat yang sebenarnya punya kemampuan yang sama bahkan lebih banyak mengikat karbondioksida disbanding laut.

Naiknya suhu bumi kurang begitu menyadarkan manusia untuk sejenak melirik alam. Suhu panas dan udara kotor dapat diatasi dengan teknologi bernama “air conditioner”. Kita dapat mengatur suhu sesuai yang kita inginkan. Di rumah, di kantor, dan di mobil. Semua difasilitasi dengan AC. Kita lupa di luar sana ada makhluk lain selain kita yang tidak terjamah oleh teknologi. Bisakah mereka bertahan hidup dengan suhu bumi yang terus naik? Lupakah kita dengan tujuan penciptaan kita? Sebagai khalifah di muka bumi? Seperti itukah cara kita memimpin?

Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas ketidak nyamanan yang kita rasakan saat ini? Covid-19 kah? Atau kita sebagai manusia? Pantaskah kita menghujat Covid-19, atau mendo’akannya agar segera musnah dari bumi ini?

Allâh Jalla Jalaluhu berfirman :

“Telah Nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar) [ar-Rûm/30:41]”

Jadikan momen pandemi ini sebagai renungan untuk kita untuk berubah menjadi khalifah yang benar untuk bumi ini. Jadikan momen ini sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT untuk kita. Untuk membuktikan diri kepada malaikat dan iblis, bahwa kita bisa tidak seperti yang mereka khawatirkan. Akan merusak bumi. Kita diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah. Dan kita akan menjaga amanah tersebut dengan menjaga bumi tetap dalam keadaan setimbang. Insyaallah. Aamiiin, yarabbal ‘alamin.