Kamis (5/1), Idaqu Calligraphy Center (ICC) menggelar acara Talk Show Enak Seputar Seni (TESS) Kaligrafi part II dengan tema “Inspirasi Metode Hamidi”. Dengan mengundang Ustadzah Ustdzah Atiiqah binti Suhaimi, Lc. sebagai pemateri di acara talkshow kali ini.
Wakil Rektor III Idaqu, Ustadzah Rina Susanti Abidin Bahren, M.A. menyambut baik kegiatan yang digelar oleh ICC ini. Ia berpesan kepada para mahasiswa Idaqu agar terus semangat dalam belajar tentang ilmu kaligrafi. “Semoga di Institut Daarul Qur’an bisa melahirkan kaligrafer yang bersanad, terlebih di era sekarang, yang mana bisa belajar dari mana saja maka tidak ada alasan untuk tidak belajar. Hanya saja tinggal memperkuat kegigihan dan kesabaran,” ujarnya.
Sementara itu Ustadz Alim Gema Alamsyah, Lc. selaku Kepala Bidang Idaqu Calligraphy Center menjelaskan bahwa pembelajaran kaligrafi metode Hamidi telah tersebar di berbagai dunia seperti Malaysia, Thailand, China, Mesir, Korea, Jepang, Indonesia dan lainnya.
Terdapat komunitas Ahaly Hamidi yang terbentuk dari inisiatif para murid Syeikh Belaid sebagai tempat untuk murid-murid beliau berbagi ilmu kaligrafi metode Hamidi. “Indonesia sendiri termasuk yang jumlahnya paling banyak selain itu kawasan ASEAN juga sangat banyak pergerakannya di bidang ini”, tegasnya.
Kemudian acara berlanjut masuk ke acara inti, yakni Talkshow bersama Ustadzah Atiqah. Dalam penyampaian materinya Ustadzah Atiqah bercerita tentang pengalamannya selama belajar kaligrafi sejak kecil.
Mulai di bangku SMP Ustadzah Atiqah sudah mengenal kaligrafi, tepatnya pada umur 14 tahun. Ia pernah berfikir bahwa kaligrafi hanya untuk mereka yang mahir saja. Hal yang membuat beliau ingin belajar kaligrafi ketika memasuki ruangan Markaz kelas Ustadz Nasrullah saat melihat handam (pena) berupa potongan kayu. “Kenapa menulis menggunakan kayu?”, tanya Ustadzah Atiqah. Ternyata kayu tersebut digunakan untuk menulis.
Ia juga melihat ada hal yang unik lainnya seperti ada hitungan matematika nya, ada sudut dan cara ketika menulis, Karena keunikan dan rasa penasaran mulailah beliau belajar Khat Riq’ah sejak 2011 dengan Ustad Nasrullah yang merupakan kaligrafer pertama Singapura yang belajar langsung dengan Syeikh Belaid.
Selanjutnya sejak 2014 Ia belajar Kaligrafi langsung dengan Syeikh Belaid ketika kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo. Selama belajar Kaligrafi di Mesir, Ustadzah Atii qah berfikir bahwa hal ini tidak beliau dapatkan ketika di Singapura. Maka beliau menyampaikan niatnya utuk mengajar kaligrafi kepada Syeikh Belaid. Untuk men challenge dirinya ustadzah Atii qah mengajak teman nya, Ustadzah Amira sebagai murid pertamanya.
Ustadzah Atiqah adalah pengajar kaligrafi di Bustan khat Singapore dan Qoriah Internasional. Beliau menegaskan bahwa belajar kaligrafi tidak memandang usia, buktinya murid-murid nya banyak yang sudah berkeluarga dan bekerja. Namun hal ini tidak menurunkan semangat mereka untuk belajar Ustadzah Amirah selaku teman sekaligus murid pertama beliau menyatakan bahwa dalam metode hamidi semua nya bisa menulis.
Ustadzah Amira menyebutkan bahwa sebelum memulai pembelajaran ustadzah Atiqah memperlihatkan Lauhah nya untuk memberikan semangat kepada beliau. Awalnya Ustadzah Amirah merasa kurang paham namun berkat kesabaran Ustadzah Atiqah membuat nya semakin semangat untuk belajar.
Hal pertama yang Ustadzah Atiqah rasakan setelah belajar kaligrafi metode hamidi menjadi lebih teliti mulai dari hal-hal yang kecil. Kedua menurut beliau terdapat keterkaitan ilmu kaligrafi dengan ilmu naghom yakni memecahkan yang tidak bersuara menjadi bersuara. Sehingga menjadi lebih detail dan berhati-hati dalam pembelajarannya.
Sebenarnya ilmu ini bisa dipelajari semua orang asalkan terdapat kemauan dan kesungguhan dalam belajar. Pandangan Beliau tentang kaligrafi yaitu diperlukan kefokusan, refleksi dan disiplin. Menurut Ustadzah Atiqah memang diperlukan kesabaran dalam belajar kaligrafi namun lebih banyak mengajarkan kedisiplinan yang sangat berdampak untuk hidupnya.
Berbeda dengan Ustadzah Atiqah, menurut Ustadzah Amirah setelah belajar kaligrafi beliau lebih bisa mengontrol emosi, merasakan ketenangan, belajar kelembutan dan keikhlasan. Sebenarnya menurutnya kesabaran sudah ada dalam diri kita tinggal bagaimana kita menyeimbangkan dengan ketekunan dan keseriusan dalam belajar.
Pandangan beliau terhadap kaligrafi yaitu selain memberikan ketenangan dan melihat kecantikan tulisan juga menemukan komunitas yang dapat memberikan support system. Dengan komunitas tersebut kita bisa bersilaturahmi, berdiskusi dan berbagi ilmu seputar kaligrafi.
Syeikh Belaid memberikan dorongan kepada Ustadzah Atiqah untuk mengikuti perlombaan sehingga termotivasi lah beliau. Selain motivasi dari Syekh terdapat juga kemampuan pribadi beliau untuk mengikuti perlombaan. Dikarenakan banyak ilmu baru yang didapatkan ketika Musabaqah diluar apa yang dipelajari selama di dalam kelas.
Tentunya ketentuan setiap perlombaan berbeda sehingga menuntut beliau untuk mencatat perkembangan dari perlombaan sebelumnya dan hal apa saja yang harus disiapkan. Hal tersebut membuat beliau belajar banyak hal sehingga dapat kembali beliau ajarkan kepada murid-muridnya.
Terdapat sedikit tips dari Beliau ketika ingin mengikuti perlombaan diantaranya perlu banyak latihan dan sering membuat riset. Melakukan pengkajian terhadap lauhah dari perlombaan yang akan di ikuti dan perlombaan sebelumnya. Setelah melakukan pengkajian selanjutnya melakukan diskusi dengan teman.
Saat sesi tanya jawab, Mutia salah satu Mahasiswa Institut Daarul Quran bertanya, ”Apa peran dan manfaat belajar kaligrafi di era sekarang?”. Ustadzah Atiqah menjawab bahwa untuk dapat membaca Al-Quran tentu harus ditulis terlebih dahulu. Menurutnya peran kaligrafi di era sekarang, pertama Ilmu khat salah satu ilmu yang penting untuk menjaga Al-Quran selain dengan menghafalnya.
Kedua bisa menjadi cara mesnsyiarkan Islam melalui seni kaligrafi. Contoh kisah temannya dari cina ketika ia masuk masjid berdecak kagum melihat keindahan tulisan kaligrafi. Atas hidayah-Nya terketuklah hati teman nya dan Ibu dari temannya itu untuk masuk Islam. Tak disangka ternyata Ustadzah Atiqah juga belajar kaligrafi Cina dengan H.Nurdin. Beliau menceritakan bahwa mulai belajar khot suini atau kaligrafi cina ketika pandemi covid-19.
Acara berlangsung dengan seru dan audiens merasa sangat senang kedatangan tamu jauh dari Singapore. Awalnya memang mereka hanya ingin bersilaturahmi ke kediaman Syeikh Belaid. Namun kesempatan yang berharga ini dimanfaatkan pihak Idaqu Calligraphy Center untuk mengadakan Talkshow Kaligrafi.
Alhamdulillah mendapat sambutan yang hangat dari berbagai pihak, besar harapan kegiatan seperti ini terus berlanjut. “Semoga dilain waktu bisa gentian Idaqu Calligraphy Center yang bersilaturahmi ke Singapura”, pungkas Ustadzah Rina dalam sambutannya.
Ustadzah Uswatun Hasanah turut berbagi pengalaman beliau menulis dengan tangan kiri dan bertanya kepada Ustadzah Atiqah apakah bisa. Dengan senang hati Ustadzah Atiqah mengajarkan beliau.
Beliau mengatakan bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan selama belajar, ”tugas kita sekarang adalah belajar daripada kesalahan tersebut”,ucapnya. Sedangkan menurut Ustadzah Nurul Wahidah, “Metode Hamidi memberikan kemudahan kepada siapa saja yang ingin belajar kaligrafi meskipun orang tersebut tidak bisa berbahasa arab”.
Pesan dari Ustad Muhammad Nasruddin selama belajar banyaklah bertanya karena dengan demikian kita dapat mengetahui lebih banyak ilmu,” Jangan lupa di praktekkan ketika belajar sehingga semakin kompleks pengetahuannya”, tegasnya. Sesi diskusi dan tanya jawab diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan dari pihak Idaqu Calligraphy Center yang diwakili oleh Ustadzah Rina kepada Ustadzah Atiqah. Tak lupa ditutup dengan doa bersama semoga ukhuwah islamiah ini tetap terjaga sampai ke jannah.
Oleh : Adillah, Idaqu Calligraphy Center